Senin, 13 Februari 2012

KAPAN BISA SEPERTI INI LAGI..

“Uhhh…akhirnya aku kembali berada dibelantara lebatnya hutan ditemani tim yang selalu setia membantu dan membantu, terasa kesunyian dan kedamaian dirasakan”. Yaa, setelah lebih dari lima tahun aku tak lagi melakukan pendakian solo mengunjungi gunung-gunung yang menjadi sahabat terbaik-ku. Begitu ku menikmati saat-saat kesendirian seperti ini, banyak hal yg bisa aku renungi, seperti memutar kembali kisah kehidupan yg lalu. Kadang tersimpul senyum mengingat kembali kisah-kisah ku dulu.

Hmm…saat itu pendakian benar-benar sepi, hanya kami. Pendakian kumulai pada tgl 14 Maret 2006 pukul 12:00 setelah melaporkan diri pada petugas jaga Gn. Ceremai jalur Apuy, Bapak Suljo yang dikenal juga sebagai kuncennya.

Pos I yang berjarak tempuh 1 jam perjalanan dapat kutemui dipinggiran hutan Gn. Ceremai, di tengah ladang penduduk. Setelah itu mulailah memasuki hutan, pohon-pohon yang tinggi, semak-semak yang rapat, udara yg lembab/basah menjadi ciri khas hutan tropis. Dinginya udara, kicauan burung , bisikan angin, serta belaian kabut membuai mahluk yang berada disekelilingnya. Ditengah perjalanan menuju Pos II kutemui aliran sungai kecil yg jernih untuk mengisi persediaan air. Satu jam sudah perjalanan ini, akhirnya Pos II-Perempatan Lima pun aku capai.

Suasana siang itu masih terasa sepi sekali tak ada pendaki lain yang terlihat melainkan hanya kami berenam. Ketenangan dan kedamaian tampak terasa, obat yang tak akan mampu diracik tangan manusia yang menjadi penyembuh segala macam penyakit didunia ini. Pendakian ini terasa ringan, ditemani gelak tawa dan canda yang terdengar dari sesama tim. Dan desahan nafas yang memburu seirama ritme pendakian, sesekali keluar kata-kata yang menyanjung Sang Penguasa Alam Semesta. Hanya 10 menit aku beristirahat di pos ini. Hari ini cuaca cukup bersahabat, udara yg lembab, sesekali sinar matahari ikut membagi keceriaanya menembus atap-atap rimba. Tak ketinggalan kabut pun berlomba-lomba memenuhi seisi hutan ini, menambah suasana semakin mengasyikan (serem maksudnya!!!J). Lalu setelah itu cuaca menjadi mendung dan suara geledek terus mengikuti setiap langkah kaki ini.

Satu jam sudah Pos II terlewati, tampak lah Pos III-Tegal Mawasa 2400 Mdpl didepan mata. Saat itu menunjukkan pukul 15:20 ku sempatkan sholat, tak lama kami beristirahat disana, lalu kami bangkit dan mendaki lagi. Hari semakin senja keadaan dihutan semakin gelap. Aku berpikir mencoba menganalisa situasi dan keadaan dilapangan. Tadinya aku akan istirahat lama di Pos V, namun karena keadaan yg tidak memungkinkan, aku harus camp di Pos IV saja. Pendakian semakin ku percepat untuk segera sampai disana. Setelah lima puluh menit, akhirnya sampai juga di Pos IV, saat itu jam menunjukkan pukul 16:10.

Disana tertulis Pos IV-Tegal Jamuju (2.600 Mdpl), aku pun tak buang-buang waktu lagi. Segera ku bongkar carrier dan mengeluarkan tenda yang cukup utk 3 orang. Sekitar 15 menit, tenda pun telah berdiri. Bersamaan dengan itu hujan pun mulai membasahi lantai-lantai hutan. “Alhamdulillah, Allah Maha Penyayang”. Setelah semua peralatan masuk tenda, aku pun mulai memasak nasi. Perut yg belum diisi semenjak pagi mulai berontak. Aku hanya membawa perbekalan seadanya, 4 potong roti dan 1/5 liter beras saja. Menjelang maghrib mencoba utk beristirahat sejenak, lalu jam 20:00 aku terbangun. Keadaan tenda yg gelap gulita karena sengaja aku tak menyalakan lilin. Lalu shalat dan membereskan peralatan kemudian melanjutkan istirahat. Tak ada aktifitas yg berarti, suasana Diluar begitu mencekam. Bunyi air hujan, suara-suara binatang malam, deru nafas angin, gesekan dedaunan bersatu menyanyikan lagu Sang Alam.

Pagi-pagi menghangatkan nasi sisa semalam, lalu sarapan pagi. Lalu diteruskan dgn packing peralatan ke dalam carrier. Jam 8:20 aku lanjutkan pendakian yg tertunda menuju puncak. Jalur yg dilalui semakin menanjak dan lumayan terjal dengan keadaan medan yang licin akibat seringnya hujan. Pos V-Sanghiang Rangkah (2800 Mdpl). Aku coba beristirahat sejenak sambil meluruskan kaki dan melonggarkan beban yg ada di pundak, saat itu pukul 9:05. Sambil menikmati roti yang tersisa, tampak MOMON (begitu panggilan mesra-ku utk mahluk cantik yg katanya adalah nenek moyang kita J) berlompatan dari satu pohon ke pohon lain. Begitu ceria dan jenaka, seolah tak ada beban kehidupan. Kabut dengan setia terus menemani, ditengah perjalanan aku bertemu dgn rombongan pendaki dari Jakarta, akhirnya bertemu juga dengan sesama J.

Aku putuskan untuk meninggalkan semua beban yang kubawa di tepi jalur pendakian, dengan pertimbangan cuaca yg semakin memburuk sehingga aku harus segera sampai di puncak. Tanpa beban aku semakin leluasa bergerak dan semakin cepat pendakian ini. Tak lama kemudian sampailah di Gua Walet 2950 Mdpl. Tampak disisi kanan terlihat Gua yang cukup nyaman utk camp atau berteduh. Namun aku tak langsung turun utk melihat gua itu, “mungkin setelah turun dari puncak saja”’ pikirku.

Kabut semakin menjadi-jadi, Jarak pandangan hanya berkisar 10 m saja. Aku cukup merasa khawatir juga dengan keadaan cuaca yg mulai tak bersahabat ini. Pendakian semakin ku percepat, dgn berlari-lari kecil diantara batu-batu karang ku terus mendaki. “ALHAMDULILLAH :)!!!", puncak Ceremai tergapai sudah. Untuk kedua kalinya tanah tertinggi di Jawa Barat ini aku kunjungi lagi, saat itu tepat pukul 10:45. Pohon Cantigi yg belum berbuah, pohon Edelweiss yang masih segar. Tampak pula kawah yg berwarna hijau kebiruan terisi air hujan. Puncak yg sepi, begitu kuat kebisuan tercipta disana, hanya kepakan sayap-sayap burung diatas sana.

Semua beban terlepas sudah. Alam telah memberiku penawar racun dunia, semoga ini tak hanya sementara. Lima belas menit aku berada dipuncak, suara gemuruh kilat menggelegar, tanda akan segera turun hujan. Segera aku turun sambil berlari-lari, tak berapa lama hujan pun turun. Cepat-cepat aku menuju gua untuk berteduh, baru saja aku memasuki gua, hujan menjadi reda. “Wah, sepertinya Gua ini hanya ingin aku menjenguknya walaupun sesaat”, bathin ku berkata. Kuliat-lihat sebentar kadaan di sekitar gua tak lama kemudian kulanjutkan perjalanan. Sambil terus berlari ku turuni batu-batu, tak lama berselang hujan kembali turun, saat itu telah sampai ditempat aku menaruh barang-barangku. Lalu kuambil ponco dan melanjutkan perjalanan. Deras-nya hujan tak membuat surut langkahku untuk segera sampai dibawah.

Akhirnya sampai juga di pos I setelah bergelut selama hampir 3 jam. “Wuuiiihhhh, cepat juga perjalanan turun ini, hanya ditemput dalam waktu tiga jam”, senyum ku dalam hati. Sepertinya hujan terus saja mengikuti ku, selangkah demi selangkah sepertinya lama sekali. Hujan yg semakin deras dan fisik yang semakin menurun memperlambat jalan-ku. Lalu aku melihat rumah-rumahan di tepi ladang, tampak asap mengepul dari perapian didalamnya. Tak ku sia-siakan untuk mampir dan berteduh disana. “Kebetulan sekali”, pikirku. Aku mendatanginya dan mengucapkan salam, Pintu dibuka, sambil berbasa-basi dgn logat sundaku yang halus dan mereka mempersilahkan masuk. Tampak sepasang petani yg ternyata juga sedang berteduh. Disana aku bisa menikmati ubi dari pohon disekeliling gubuk itu. “hhhmmmm…enak sekali rasanya, hujan-hujan seperti ini menikmati ubi bakar yang manis”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar